BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang masalah
Kepercayaan
merupakan hal utama dalam sebuah roda kehidupan, dimana kepercayaan sebagai
dasar akan petunjuk yang harus dilakukan ketika manusia hidup didunia yang fana
ini.
Kehidupan
seseorang tidak akan merasa tentram ketika didalam dirinya tidak ada suatu
kepercayaan apapun, meskipun dia seorang yang tidak beragama tetapi pada
dasarnya dia punya keyakinan tentang apa yang dia percayai pada saat itu
Suku
baduy merupakan suku asli yang yang mendiami tanah banten, kehidupan suku baduy
masih mempertahankan adat istiadat dan budaya leluhur mereka hingga saat ini.
mereka percaya terhadap kepercayaan / keyakinan yang terus diturunkan turun
temurun hingga sekarang dan dijaga sedemikian ketatnya supaya kepercayaan mereka
tidak tersisihkan oleh agama-agama yang begitu banyak mempengaruhi kehidupan
dunia modern, dengan kedisiplinan dan keteguhan mereka semuanya dapat terjaga
dengan baik.
B.
Identifikasi
dan Perumusan Masalah
Dalam
laporan ini rumusan masalah yang akan di ambil adalah :
1.
Keyakinan seperti apa yang di yakini oleh
masyarakat Suku Baduy?
2.
Bagaimana pelaksanaan keyakinan mereka dalam
kehidupan sehari-hari?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
Dalam laporan ini Adalah :
1.
Untuk mengetahui
bagaimana sitem kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat suku baduy.
2.
Untuk bagaimana
pelaksanaan keyakinan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku baduy.
D.
Pentingnya
penelitian
Petingnya
penelitian ini sebagai tahap pemahaman terhadap salah satu poin penting dalam
suatu kebudayaan yaitu kepercayaan suatu masyarakat yang kali ini adalah
mengenai seluk beluk kepecayaan/ keyakinan pada masyarakat suku baduy.
E. Sumber Data
Pengumpulan
sumber-sumber data yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
mewawancarai sebagian masyarakat baduy yang memang bisa menjadi sumber mediator
kami dalam mengumpulkan informasi-informasi tentang keadaan masyarakat suku
baduy itu sendiri. Meskipun dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan begitu
sulit untuk kami dapatkan karena berbenturan dengan peraturan yang memang
dibatasi oleh pantrangan ( Larangan-larangan ).
BAB II
KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS
A.
Kondisi
Geografis
Wilayah Kanekes secara
geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” –
106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng
di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten,
berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian
dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut
(DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan
tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara),
tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu
rata-rata 20 °C.[1]
B.
Kondisi
Demografis
Masyarakat
baduy merupakan masyarakat yang menjungjung tinggi nilai demokrasi diantara
kesukuannya. Populasi masyrakat suku baduy saat ini mencapai antara ± 5000 –
8000 orang yang tersebar dalam 54 kampung yang mengelilingi tiga kampung utama
yaitu kampung cikeusik, Cikertawana dan cibeo.
Masyarakat
Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti
aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang
dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, penduduk
Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat,
sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu
Pu'un.
Pemimpin
adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah Pu'un yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung
turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga
kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'un
tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan
tersebut.
BAB III
HASIL TEMUAN
dalam pengumpulan bahan untuk laporan ini begitu sulit karena
banyaknya pertanyaan yang tidak dijawab, mungkin karena larangan / pantrangan
yang memang tidak boleh disebarkan kepada pihak umum.
Selain dari masalah tersebut, karena banyaknya saingan-saingan
dalam berlomba-lomba dalam mengumpulkan informasi-informasi untuk bahan
laporannya masing – masing dan juga waktunya yang memang terbatas sehingga
menjadi kendala untuk kami, tetapi meskipun begitu, alhamdulillah penulis
mendapatkan hasil yang mungkin hanya sedikit, tapi itu tidak menjadi persoalan
karena meskipun hanya sedikit itu bisa berguna bagi keperluan tugas laporan
ini.
Dalam mencari informasi, penulis berkomunikasi dengan salah satu
masyarakat suku baduy yang bernama sarta . Dalam rincian obrolan tersebut
kurang lebih seperti dibawah ini:
Pertanyaan :
ari agama nu di anut ku masyarakat suku baduy teh naon?
( Apa agama yang dianut oleh masyarakat suku baduy? )
Jawaban :
Agama nu di anut ku urang baduy mah
sunda wiwitan.
( agama yang dianut oleh masyarakat
suku baduy adalah sunda wiwitan)
Pertanyaan :
Ari ibadah na sunda wiwitan teh
kumaha?
( bagaimana cara peribadatan sunda
wiwtan?)
Jawaban :
Ari ibadahna mah, sapopoe ge ibadah
( kalo ibadah nya itu tiap hari.)
Pertanyaan :
Ari maksudna kmha?
(Maksudnya itu bagaimana?)
Jawaban :
Jadi, ibadah na sunda wiwitan mah
naon anu dipigawe ungal waktu, eta teh ibadah. Sabab, naon wae nu lakukeun geus
aya dina adat jadi, urang mah kumaha adat nu geus
ngatur.
( jadi, ibadahnya sunda wiwitan itu
diaplikasikan dalam perbuatan sehari-hari, sebab apapun yang dilakukan
bagaimana hokum adat)
Pertanyaan :
Ari tempat ibaahna dimana?
( kalo tempat ibadahnya dimana?)
Jawaban :
Di urang mah euweuh tempat ibadah.
( di kita itu gak ada tempat buat
beribadah )
Pertanyaan:
Terus, ari arca domas eta naon?
( terus arca domas itu apa?)
Jawaban :
Ari eta mah tempat na puun jeung
jelema anu kapilih wungkul keur ibadah
( itu adalah tempatnya puun dan
orang terpilih untuk melakukan ibadah )
Pertanyaan :
Jadi, ngan puun jeung jalma nu
dipilih wungkul nu ibadah di tempat eta teh?
( jadi, hanya puun dan orang
terpilih saja yang bias beribadah itu?)
Jawaban :
Heeh
( iya )
Pertanyaan :
Naha ngan jalma tertentu wungkul nu
kudu ibadah teh?
( kenapa hanya orang tertentu saja
yang boleh beribadah)
Jawaban:
Eta mah geus aya dina aturan adat na
kudu kitu
( itu sudah ada dalam aturan adat diharuskan
seperti itu )
BAB IV
ANALISA HASIL TEMUAN
Dari percakapan diatas dan beberapa
sumber lain bahwa Dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini
belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka secara mandiri dengan cara
bercocok tanam dan berladang. Selain itu mereka menjual hasil kerajinan seperti
Koja dan Jarog(tas yang terbuat dari kulit kayu), tenunan berupa selendang,
baju, celana, ikat kepala, sarung, golok, parang dan berburu.
Dalam
pemerintahan secara adatnya Masyarakat Baduy sangat taat pada pimpinan yang
tertinggi yang disebut Puun. Puun ini bertugas sebagai pengendali hukum adat
dan tatanan kehidupan masyarakat yang menganut ajaran Sunda Wiwitan peninggalan
nenek moyangnya. Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun, yang
tidak boleh meninggalkan kampungnya. Pucuk pimpinan adat dipimpin oleh Puun Tri
Tunggal, yaitu Puun Sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu di Kampung Cibeo dan
Puun Kiteu di Cikartawana.
Sedangkan
wakilnya pimpinan adat ini disebut Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai juru
bicara dengan pemerintahan desa, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Di
Baduy Luar sendiri mengenal sistem pemerintahan kepala desa yang disebut Jaro
Pamerentah yang dibantu Jaro Tanggungan, Tanggungan dan Baris Kokolot.
Masyrakat
baduy, terutama baduy dalam mereka menganut ajaran sunda wiwitan yang memang
itu adalah ajaran nenek moyangnya yang diturunkan tanpa ada penambahan dan
pengurangan dalam ajarannya, dan itu terkiaskan dalam sebuah kalimat Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambun.artinya panjang jangan dipotong, pendek
jangan disambung.
Dalam
tempat ibadah atau objek sakralnya yaitu di arca domas yang tempatnya
dirahasiakan, hanya puun dan orang-orang terpilih saja yang dapat mengunjungi
dan melakukan pemujaan ditempat tersebut, pemujaan tersebut dilakukan dalam
waktu sekali dalam setahun pada bulan kelima.
Di sekitar Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang
menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut
ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu
merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen
akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh,
maka merupakan pertanda kegagalan panen.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepercayaan masyarakat
Kanekes yang disebut sebagai Sunda
Wiwitan berakar
pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang
dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes.
Bagi
sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang
dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan
masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
B.
Saran-saran
Alhamdulillah
dalam praktek lapangan ini banyak himah yang dapat penulis ambil sebagai bahan
untuk pengetahuan. Penulis yakin dalam pembelajaran dan pembuatan laporan ini
masih banyak kekurangannya. Sebagai bahan untuk kemajuan penulis dalam
penelitian, penulis mohon untuk kritik dan sarannya. Karena kesempurnaan hanya
milik Allah Yang Maha Esa.
DAFTAR
PUSTAKA
Yani.Ahmad,
dkk.2008. Etnografi suku Baduy: panduan pramuwisata Indonesia. (Himpunan Pramuwisata IndonesiaDewan
Pimpinan Daerah. Provinsi Banten)
Wawancara.
LAMPIRAN
- LAMPIRAN
Pekerjaan masyarakat baduy yaitu
salah satunya bertenun
|
|
Hasil
kerajinan
|
|
|
|
Patung
Baduy
[1] . ahmad
yani, dkk. Etnografi suku Baduy: panduan pramuwisata Indonesia. Himpunan Pramuwisata Indonesia, Dewan
Pimpinan Daerah, Provinsi Banten, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar